Selasa, 24 Maret 2015

Reformasi Pendidikan di Tiongkok, Bagaimana Indonesia?

Mentri Pendidikan Nasional Anies. R Baswedan dalam paparannya berjudul GAWAT DARURAT PENDIDIKAN DI INDONESIA yang paparkan saat silahturahmi dengan dinas  tertanggal 1 Desember 2014 mengenai perjalanan pendidikan Indonedia ada dalam tahap gawat darurat. Diantara paparannya menyinggung juga mengenai reformasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara, satu diantaranya yaitu Negara Tiongkok.

Ada dua hal yang dicanangkan Negara Tiongkok dalam reformasi pendidikannya yaitu pertama  evaluasi hijau  yang meliputi evaluasi perkembangan moral, evaluasi perkembangan Akademik, KesehatannJiwa dan Raga, Perkembangan minat dan bakat yang unik, dan Pengurangan Beban Akademik

Yang kedua 10 Aturan  mengurangi Beban Akademik, kesepuluh aturan tersebut adalah
1. Dalam penerimaan siswa yang transparan,
2. Pengelompokan guru dan siswa secara acak dan seimbang
     tampa kelas -kelas khusus,
3. Pengajaran "titik awal nol",dengan asumsi kecakapan siswa mulai nol dan tidak ada ekspetasibakademik tinggi.
4.  tidak ada pekerjaan rumah secara tertulis,
5.  evaluasi hasilnya dalam bentuk katagori dalam arti ....tidak berbentuk angka, namun Cukup  sampai Luar biasa
6. Meminimalkan materi tambahan, hanya buku satu material selain buku utama
7. Tidak ada kelas-kelas tambahan
8. Kegiatan olah raga minimal 1 jam
9.
10 Memperkuat dukungan pada sekolah

Ada yang menarik mencermati butir butir reformasi pendidikan di Tiongkok tersebut terutama pada butir tidak memberikan pekerjaan rumah berbentuk tulisan, member nilai bukan berbentuk angka, serta tidak membebani siswa dengan materi yang begitu banyak. Saat hal tersebut kenyataannya di Indonesia. Kita tahu  yang terjadi di dunia pendidikan kita, memberikan PR seperti sebuah keharusan mulai dari tingkat SD sampai SMA. Yang lebih parahnya ada sebagian sekolah TK yang sudah memberikannPR, padahal kita tahu TK yang awalnya di kembangkan oleh Maria Montesory menitik beratkan pada bermain sambil belajar.

Khusus untuk hasil penilaian berbentuk katagori yang diberlakukan di Tiongkok, di Indonesia masih menggunakan angka. Malah sebagian dari orang tua pada saat menerima raport yang mereka tanyakan pertama tama " bagaimana jumlahnya?, rangking ke berapa?.

Mencermati dan sekaligus membandingkan pendidikan kita dengan Tiongkok terutama dalam hal ketiga d atas saya juga belum tahu secara pasti mana yang lebih baik. Namun nyatanya memang sementara Tiongkok mengurangi beban akademik sementara kita banyak membebani akademik pada siswa. Walaupun kita tahu semua ada tujuannya. Hanya mungkin kita sebagai guru dalam memberikan PR atau tugas rumah ada tidak mamfaatnya?, dan ada baiknya kalau kita bekerjasama dengan guru mapel lainnya dalam pemberian tugas dalam artian satu tugas untuk memenuhi tugas beberapa mata pelajaran. Sehinnga siswa nemiliki waktu banyak untuk









Tidak ada komentar:

Posting Komentar