Sabtu, 28 Maret 2015

Menulis itu Ternyata Mudah, Coba Saja

TWC 3 memotivasi saya untuk menulis



Alhamdulillah akhirnya saya berhasil juga memenuhi tantangan Komunitas Sejuta Guru Ngeblog untuk menulis setiap hari selama satu minggu berturut -turut. Mungkin bagi mereka yang sudah terbiasa menulis hal yang mudah.Tapi bagi saya itu sebuah tantangan yang memunculkan pertanyaan"Bisa tidak ya?", "sanggup tidak ya?".

Pertanyaan -pertanyaan itu sempat singgah di hati saya memunculkan keraguan untuk turut serta.Masalahpun muncul pula berbarengan dengan munculnya keraguan tersebut."Apa yang harus saya tulis?"." Dari mana saya harus mencari bahan tulisan?". Tetapi untunglah saya tidak berlama lama dengan perasaan tersebut. Saat saya ingat beberapa pendapat mengenai bagaimana rahasia menulis. 

1. "Kalau saya ditanya apa rahasia saya menulis, saya tidak tahu. Yang jelas menulislah dengan hati". Begitulah Dewi Lestari mengungkapkan rahasia menulisnya dalam blog pribadinya "Dee" yang juga seorang pengarang novel, Perahu Kertas salah satunya.

2. Teori menulis bebas. Yang pernah saya baca.intinya kalau mau menulis gunakan otak kanan anda dahulu. Artinya kalau apa yang dirasa tulislah.Jangan dulu ingat kaidah kaidah penulisan. Baru kalau sudah selesai boleh melakukan koreksi dan pengeditan

 Pak Sukani " Menulis, menulis" TWC 3


3. Tulislah dari hal yang sederhana, karena dari hal yang sederhana bagi orang lain itu luar biasa.Begitulah yang dipaparkan  oleh ibu Siti Mugi Rahayu saat pelatihan Teaching Writing Camp(TWC 3), dan pada saat acara yang sama Pak Sukani pun memaparkan rahasia menulisnya " Menulis, menulis dan menulis". 

Dengan berbagai pendapat tentang rahasia menulis tersebut motivasi saya menjadi kuat. Mengapa tidak saya coba?.oya....bukankah om Wijaya Kusuma pernah menulis yang intinya siswa laksana sumber air yang tiada habisnya. Ya siswa bisa menjadi lahan ide untuk saya menulis

Siswa adalah sumber ide dan inspirasi yang tiada habisnya


Maka dengan berpegangan hal di atas saya mulai menulis. Dan tulisan pertama saya idenya muncul seketika saat saya menyaksikan liputan siang RCTI yang sedang memberitakan seorang siswa SD di sebuah sekolah yang memiliki keterbatasan fisik namun mampu bersaing dengan teman temannya dan unggul prestasinya

Selanjutnya untuk mendapatkan ide dan inspirasi saya buka buka galeri tabe saya yang penuh dengan anak didik  dan rekan rekan guru di mana saya mengajar. Langkah pertama untuk memudahkan saya menulis, saya masukan foto foto tersebut dulu pada blogger, baru saya menulis sesuai fotonya. Entah cara saya ini benar atau tidak.Namun untuk saya cara ini memudahkan saya untuk mendapatkan kata kata yang saya tuangkan dalam blog.

A Fuad menulislah dari hal sederhana, Diary


Ada suatu hari yaitu hari ke enam  di mana saya bingung memilih antara antara pergi ke Jakarta menjenguk rekan yang suaminya sakit dengan memenuhi tantangan menulis.Saya berpikir pasti sampai malam. Dan sampai rumah pasti cape untuk menulis.Ah kenapa jadi halangan pikir saya saat itu, bukankah om Wijaya Kusumapun sering menulis saat di mobil?.yang tentunya tidak saat menyupir ya .Dan mengapa tidak saya jadikan ide untuk menulis apa yang saya lihat, saya rasakan?.

Ah ternyata menulis itu mudah, tinggal kitanya mau atau tidak?.dan menulis apa?.tulis apa saja. Contohnya saya, tulisan ini lahir apa adanya. Yang penting menulis, menulis, dari hati dari hal sederhana. Dan Semoga saja saya akan dapat membuktikan "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi" yang sering ditulis oleh Om Wijaya Kusuma Aamiin








Kamis, 26 Maret 2015

Projek Base Learning untuk Mereka?,Mengapa Tidak


Mulanya saya ragu untuk memilih model pembelajaran Project Base Learning untuk kelas ini, mengingat karektetistik siswanya begitu beragam. Mereka dengan riwayat prestasi di Sekolah Dasar (kemampuan awalnya) dalam hal kognitipnya biasa biasa saja (rata-rata). Sebagian lagi berlatar belakang memiliki prestasi yang beragam bidangnya. Ada prestasi di kemampuan kognitif, seperti prestasi cerdas cermat,OSN tingkat kabupaten dan kecamatan dan prestasi prestasi di kemampuan yang menuntut keterampilan kinestetik.Tapi kemudian saya berpikir ulang mengapa tidak saya coba, sekaligus untuk melihat sejauhmana kolaborasi dan kerjasama diantara mereka setelah kurang lebih sembilan bulan mereka bersama dalam satu kelas, kelas tujuh.


Maka pada saat Kompetensi Dasar Masa Kolonialisme dan pengaruhnya terhadap pemerintahan, sosial, budaya Indonesia saya putuskan dalam pembuatan rencana pembelajarannya menggunakan model Project Base Learning. Dengan pertemuan saya bagi menjadi dua pertemuan.

pertemuan pertama : untuk membahas pembagian tugas pada masing masing kelompok dan anggotanya. Dan tugas itu dilaksanakan di luar jam (rumah).

Pertemuan kedua : untuk mereka mempresentasikan bahasannya dan hasil kerja mereka. 


Sesuai dengan rencana yang tertulis  pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran maka pada pertemuan pertama saya berikan tugas di mana tiap tiap kelompok berbeda. Karena kebetulan kelompok dalam kelas sebanyak enam, maka KD tersebut saya bagi enam bahasan. Tugas kelompoklah yang membagi satu bahasan tersebut menjadi beberapa bahasan sesuai dengan jumlah anggota. Maka bisa dibayangkan pada pertemuan pertama tersebut mereka begitu ramai dan mempelajari tugasnya masing -masing.


Pada pertemuan ke dua barulah saya melihat hasil kolaborasi dan kerjasama mereka yang tidak saya bayangkan. Awal pertemuan saya tantang mereka untuk membuat power point dan menggunakan proyektor untuk presentasi dan jawaban mereka "Insya Allah". Dan kata itumereka buktikan dipertemuan kedua. Satu satu mereka mempresentasikan yang menjadi tugasnya, dan anggota lainnnya membantu hal hal yang diperlukan dalam presentasi rekan rekannya.

Ternyata, mereka membuat saya tersadar, bahwa menanamkan kepercayaan pada mereka merupakan modal untuk mereka berbuat yang terbaik. Dan itu sudah mereka buktikan. 

Perjalanan Rohani Yang Penuh Kemacetan

Hari ini,Jumat 27 Maret 2015 ada  berita duka, suami salah seorang rekan dirawat di rumah sakit Husada Jakarta. Berita itubsaya terima dari sms salah seorang rekan dan sekaligus mengajak untuk menjenguk bersama dengan kepala sekolah, sebuah ajakan yang sayang kalau ditolak. Mudah mudahan  menjadi lahan ibadah Aamiin

Tepat pukul 07.00 mobil yang membawa tujuh orang penumpang itu termasuk saya menembus udara pagi Puncak Cipanas. Alhamdulillah awan malu malu untuk menayungi gunung namun dingin dan segarnya  udara puncak terasa masuk melalui celah celah pintu mobil yang sengaja di buka sedikit. Pantas saja penduduk Jakarta berrela rela mengisi waktu libur ke sini. Padahal pasti mereka sudah tahu dengan pasti kemacetan yang luar biasa akan mereka temui. Tapi itulah faktanya udara segar dan keindahan Cipanas menjadi daya tarik, mengalahkan kemacetan itu sendiri.Apakah memang karena warga Jakarta sudah terbiasa dengan kemacetan seperti halnya saya yang tidak terbiasa dengan kemacetan?.Ala bisa karena terbiasa.


Dari kaca mobil saya melihat sepinya puncak. Sepi karena pagi dan hari Jum'at. Mobil bernomor B dari arah bogor atau Jakarta satu dua lewat.  Begitu juga motor apalagi bis, jarang saya temui. Entah kalau agak siang. Kepadatan arus lalu lintas Puncak sulit diprediksi.

Mobil yang membawa saya dan rekan lainnya mulai melambat jalannya, saat sampai di Pasar Cisarua. Seperti tempat lainnya, di mana ada pasar kemacetan terjadi.Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang. Kini sudah masuk Tall lingkar dalam cawang, kepadatan mobil pribadi mulai terasa. Aura Jakarta dengan kemacetannya mulai terlihat. Kesempatan saya untuk menulis.Sengaja saya minta duduk di jok  belakang agar leluasa untuk menulis. Saya tidak mau hilang kesempatan untuk menjawab tantangan KSGN untuk menulis setiap hari selama satu minggu. Ide cerita?.tidak saya rencanakan mau menulis apa, yang penting saya menulis.

Setelah beberapa  jam mobil mulai sampai di jalan Gunung Sahari. Tetap sama, macet. Tetapi masih wajar untuk ukuran Jakarta." Dua belas menit lagi sampai bu" ujar pak Tohir rekan guru yang menjadi petunjuk jalan dan sekaligus  mengendarai mobil.Ada pemandangan yang menimbulkan sebuah kekaguman. Di sepanjang jalan yang dilalui berbaris pohon pohon besar. Walaupun tetap udara panas terasa.Namun bisa dibayangkan panasnya kalau tumbuhan itu tidak ada.
ruang depan Rumah Sakit Husada

Udara dingin AC terasa saat memasuki ruangan depan Rumah Sakit Husada. Tak berapa lama rekan yang suaminya dirawat datang, melalui sms dia tahu kedatangan rombongan. Kami diajak ke ruang ICU di mana suaminya yang sakit jantung di rawat. Kami hanya diperbolehkan masuk bergiliran dua orang dua orang, yang sebelum kedua tangan dibersihkan.Melihat pasien terasa betapa mahalnya sehat.yang kadang lupa untuk di syukuri.Kesehatan sebuah rezeki yang tiada bandingnya oleh apapun. Sebuah perjalanan rohani yang begitu berarti, kemacetan dan panasnya perjalanan tidak ada artinya di bandingkan dengan munculnya sebuah kesadaran. Rasa syukur atas nikmat sehat yang telah diberikan Allah sang pemberi Kesehatan.
Ruang depan Rumah Husada Husada
















Rabu, 25 Maret 2015

REBO NYUNDA


Rebo Nyunda atau Rabu Sunda adalah satu kegiatan mingguan di kota Bandung yang bertujuan untuk melestarikan Budaya Sunda sebagai satu budaya lokal yang berkembang di Jawa Barat kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Rabu  ( id.m.wikipedia.org/wiki/Rebo.Nyunda).

Kalau kota Bandung kegiatan ini sudah berlangsung dari 6 Nopember 2013 lain halnya untuk sekolah di wilayah Cipanas dan sekitarnya baru di laksanakan awal tahun 2015. Terlambat memang, tetapi lebih baik dari pada tidak.



Setiap kebiasaan baru atau tidak biasa tentunya kadang mengundang reaksi. Karena kami ada di lingkungan pendidikan (baca sekolah) reaksi pertama tama muncul dari siswa siswa. Beragam komentar muncul "ih ibu cantik" atau "ibu memang ibu ibu dan bapak guru mau ke undangan?". Namun itu hanya berlangsung pada minggu minggu awal selanjutnya mereka sudah terbiasa dan mereka tentunya belajar bahwa sudah seharusnya Budaya Sunda di lestarikan. Dan dengan seringnya mereka melihat dari contoh Insya Allah akan sedikit banyak menginspirasi mereka.


Lain halnya dengan guru guru pada minggu minggu awal diterapkannya Rebo Nyunda yang merupakan Implementasi dari Peraturan Daerah no 9 tahun 2012 pasal 10 ayat 1b itu setiap istirahat atau sebelum masuk pembelajaran meluangkan waktu untuk mengambil gambar lewat hp dan bisa di terka selanjutnya mengaploud ke Media Sosial, dan itu ternyata dilakukan oleh beberapa sekolah dan dengan judul foto yang sama REBO NYUNDA dan minggu minggu awal beranda facebook ramai dengan foto  guru guru berpakaian kebaya.

Tiga bulan sudah sekolah di lingkungan Cipanas menerapkan Rebo Nyunda.Berpakaian kebaya sudah menjadi terbiasa lagi. Namun kegiatan berfoto sudah jarang dilakukan lagi. Semoga saja tradisi Rebo Nyunda yang baik ini tidak semangat di awal dan selanjutnya berhenti. Namun tetap dilaksanakan. Apalagi untuk lingkungan sekolah yang merupakan lembaga yang berperan sebagai Pewaris Nilai -Nilai Budaya Bangsa dan Rebo Nyunda salah satu  caranya. 

Mereka Mengisi Sebagian Hari Hari Saya

  

Saya pandangi mereka yang sedang asyik mengerjakan Ulangan Tengah Semester sambil hati penuh dengan pembicaraan sendiri. Tidak terasa  sudah UTS Genap lagi, dengan soal kurikulum 2006 tentunya. Padahal rasanya baru kemarin kami bercengkrama dengan kurikulum 2013. Namun ada peraturan pemerintah, kami harus kembali ke kurikulum 2006, karena kami bukan sekolah piloting kurikulum 2013. 

Jujur saja, bagi saya mau kurikulum 2013, ataupun kurikulum 2006 tidak begitu membuat saya kaget. Mungkin yang menjadi keberatan saya dalan hal penilaiannya saja yang terlalu administrasi sekali dan merepotkan. Selebihnya saya oke oke saja.Yang menjadi landasan saya hanya dua. Pertama saya berpedoman dari tujuan pendidikan itu sendiri, dan kedua Mengajar dari hati ( Teaching From Heart). Selain kedua hal tentunya saya berusaha terus untuk mempelajari model model pembelajaran di kelas yang begitu banyak ditawarkan dan terus belajar mengenai ilmu paedagogik untuk penguasan kelas dengan baik. Dan satu lagi Membaca mata pelajaran yang diampu agar saya memahami benar ilmu yang kita ajarkan. Sehingga dengan mudah memilih model pembelajaran yang seusai. 

Entah cara berpikir saya benar atau tidak. Yang jelas, saya mencintai mereka. Mereka ada mengisi sebagian hari hari saya. Oleh karena itu bila ada sebush masalah Saya tak ingin aib mereka di ketahui orang banyak. Maka bila ada masalah kalau bisa saya tsngani sendiri saya dan saya ajak mereka bicara di tempat di mana orsng tidak mendengarnya.

 
Miris rasanya  bila mendapati siswa yang tidak memiliki motivasi belajar dan membuat tugas seadanya.Kalau itu terjadi saya katakan pada mereka " anak -anak ibu tidak butuh tugas kalian.Ibu juga sudah ada sumber sumber ilmunya. Ibu memberi tugas dengan harapan kalian terbiasa bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan waktu secepatnya. Kalau ini kalian lakukan terus menerus dan menjadi karakter kalian Insya Allah akan terbawa sampai kalian bekerja dan hidup di masyarakat. Contoh misalnya Darul, bekerja di Bank (biasanya kelas langsung riuh) kemudian bosnya memerintahkan membuat laporan dengan waktu 3 hari. Ternyata Darul dapat menyelesaikan dalam waktu 2 hari dengan hasilnya juga memuaskan, pasti bosnya akan senang. Nah karakter itu tidak ada seketika, tapi melalui proses. Inilah prosesnya." 

Saya lakukan itu, karena saya pikir mereka harus mengerjakan karena motivasi dari dalam dirinya.Mereka harus tertanam dalam dirinya bahwa mengerjakan tugas sebuah kebutuhan.Wallahu Alam.


Saya juga menyadari di kelas mereks beragam potensinya.Ada yang potensi IQ tertinggal dengan teman temannya. Dan kalau itu latar belakang ekonominya juga kurang biasanya aksn muncul minder.Sedih rasanya bila melihat kenyataan tersebut.Pikiran saya terkadang menerawang ke anak anak sendiri. "Bagaimana kalau yang diam dan minder itu anak sendiri?". Maka saya panggil nama mereka saat saya menerangkan seperti" betul tidak Amir". Saya yakin yang dipanggil namanya akan senang, seperti halnya orang dewasa akan senang saat dipanggil namanya ketika ada presentasi atau saat ada pembicaraan.

Saya bersyukur Allah menakdirkan saya menjadi guru di daerah, mereka begitu baik -baik di mata saya.Kalaupun ada kenakalan,  namun mereka masih hormat kepada gurunya, masih menyalami saat bertemu.Dan itu sebuah kebahagian tersendiri.

Pembicaraan dalam hati saya terhenti, saat siswa siswa berjalan menuju meja sambil nembawa lembar jawabatan UTS. Mereka, siswa -siswaku yang turut andil mewarnai hari hariku.













Selasa, 24 Maret 2015

Reformasi Pendidikan di Tiongkok, Bagaimana Indonesia?

Mentri Pendidikan Nasional Anies. R Baswedan dalam paparannya berjudul GAWAT DARURAT PENDIDIKAN DI INDONESIA yang paparkan saat silahturahmi dengan dinas  tertanggal 1 Desember 2014 mengenai perjalanan pendidikan Indonedia ada dalam tahap gawat darurat. Diantara paparannya menyinggung juga mengenai reformasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara, satu diantaranya yaitu Negara Tiongkok.

Ada dua hal yang dicanangkan Negara Tiongkok dalam reformasi pendidikannya yaitu pertama  evaluasi hijau  yang meliputi evaluasi perkembangan moral, evaluasi perkembangan Akademik, KesehatannJiwa dan Raga, Perkembangan minat dan bakat yang unik, dan Pengurangan Beban Akademik

Yang kedua 10 Aturan  mengurangi Beban Akademik, kesepuluh aturan tersebut adalah
1. Dalam penerimaan siswa yang transparan,
2. Pengelompokan guru dan siswa secara acak dan seimbang
     tampa kelas -kelas khusus,
3. Pengajaran "titik awal nol",dengan asumsi kecakapan siswa mulai nol dan tidak ada ekspetasibakademik tinggi.
4.  tidak ada pekerjaan rumah secara tertulis,
5.  evaluasi hasilnya dalam bentuk katagori dalam arti ....tidak berbentuk angka, namun Cukup  sampai Luar biasa
6. Meminimalkan materi tambahan, hanya buku satu material selain buku utama
7. Tidak ada kelas-kelas tambahan
8. Kegiatan olah raga minimal 1 jam
9.
10 Memperkuat dukungan pada sekolah

Ada yang menarik mencermati butir butir reformasi pendidikan di Tiongkok tersebut terutama pada butir tidak memberikan pekerjaan rumah berbentuk tulisan, member nilai bukan berbentuk angka, serta tidak membebani siswa dengan materi yang begitu banyak. Saat hal tersebut kenyataannya di Indonesia. Kita tahu  yang terjadi di dunia pendidikan kita, memberikan PR seperti sebuah keharusan mulai dari tingkat SD sampai SMA. Yang lebih parahnya ada sebagian sekolah TK yang sudah memberikannPR, padahal kita tahu TK yang awalnya di kembangkan oleh Maria Montesory menitik beratkan pada bermain sambil belajar.

Khusus untuk hasil penilaian berbentuk katagori yang diberlakukan di Tiongkok, di Indonesia masih menggunakan angka. Malah sebagian dari orang tua pada saat menerima raport yang mereka tanyakan pertama tama " bagaimana jumlahnya?, rangking ke berapa?.

Mencermati dan sekaligus membandingkan pendidikan kita dengan Tiongkok terutama dalam hal ketiga d atas saya juga belum tahu secara pasti mana yang lebih baik. Namun nyatanya memang sementara Tiongkok mengurangi beban akademik sementara kita banyak membebani akademik pada siswa. Walaupun kita tahu semua ada tujuannya. Hanya mungkin kita sebagai guru dalam memberikan PR atau tugas rumah ada tidak mamfaatnya?, dan ada baiknya kalau kita bekerjasama dengan guru mapel lainnya dalam pemberian tugas dalam artian satu tugas untuk memenuhi tugas beberapa mata pelajaran. Sehinnga siswa nemiliki waktu banyak untuk









Senin, 23 Maret 2015

Mereka Ternyata Bisa


  Tony Wagner (2008) dalam bukunya the global Achievement Gap menulis yang intinya  " Peserta didik  membutuhkan tujuh keterampilan untuk menyiapkan diri dalam kehidupan bekerja, brrmasyarakat. Keterampilan tersebut berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan masalah, kolaborasi dan kepemimpinan, kelincahan dalam pergaulan, kemampuan beradaptasi inisiatip dan kewirausahaan, komunikasi efektif dan komunikasi melalui tulisan, kemampuan mengaksesdan menganalisa informasi serta kemampuan rasa yang ...dan imajinasi

Berkaitan dengan ketujuh kerampilan yang harus dimiliki dalam menghadapi abad ke 21,  maka muncul sebuah pertanyaan Mana yang sangat berperan dalam mempengaruhi itu semua? gurukah?,kurikulum? ataukahkah gedung sekolah itu sendiri? Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita cermati apa yang diungkapkan oleh mentri Pendidikan Nasional Anis Baswedan tertanggal 27 Oktober 2014. Beliau mengatakan yang kurang lebihnya sebagai berikut
"Sebagus apapun kurikulum dan gedung sekolah, tidak akan baik tampa adanya guru yang baik pula".

Hal senada juga diungkapkan oleh mantan mentri Fuad Hasan.
" Sebaik apapun Kurikulum dan sistim pendidikan yang ada tampa didukung mutu  guru yang nemenuhi syarat, maka semuanya sia-sia, sebaliknya dengan guru yang bermut u, maka kurikulum dan sistim yang tidak baik akan tertopang".




Sejalan dengan hal tersebut di atas, saya memiliki Pengalaman yang memnunjukan betapa besar peran guru, yang mudah-mudahan dengan tulisan ini menjadi ajang untuk berbagi.

Saat awal awal tahun ajaran baru, ada satu kelas yang menjadi pusat berita guru. Yaitu sebagian siswanya bermasalah .sehingga kami sudah membayangkan akan banyak kesulitan. Pasti saya tak akan betah dengan kondisi demikisn ,Namun rasa rasanya kurang adil kalau kita memvonis sebelum mengenal lebih jauh mereka, maka muncul keinginan saya untuk mensklukan mereka, untuk mrmbentuk kerampilan ketrampilan yang diperlukan mereks pada  abad 21 melalui penerapan model model pembelajaran agar mereka mampu menjalin kolaborasi, betpikir kritis dan sebagsinya.  dan untuk keberhasilannya saya pikir saya juga harus menguasai HATINYA. Hati Mereka, caranya?

1. Saat masuk kelas tersebut  saya tanamkan pada diri bahwa MEREKA BAIK, MEREKA CERDAS (terilhami dari buku Quantum Teaching,)

2. Saat mengajar sesekali memanggil nama mereks contoh"betul tidak Jang(jang samaran.

3. Setiap mereka berpendapat, saya perintshkan siswa  bertepuktangan

4. Hargai pendspat mereka walaupun kadang kita kurang setuju

5. Selalu berin penguatan berulang ulang bahwa mereka BISA
.
6. Dan ini yang utama mengajar dengan Hati. Karena mereka memiliki hati pasti bisa merasaksnnya kalau kita cinta pada mereka.

Dengan trik di atas insya Allah  mereka selalu antusias  melaksanakan tugas tugas, baik tugas msndiri ataupun kelompok. Memecahkan masalah bersama, dan sebagainya, dalam rangka membentuk keterampilan abad 21.